Selasa, 10 September 2013

Danau Toba Akan Menjadi Pusat Pariwisata Dunia

  • Penulis : Fitri Prawitasari
  • Senin, 9 September 2013 | 13:39 WIB
Wisatawan domestik di Menara Pandang Tele melihat panorama Danau Toba dari ketinggian. Menara ini berada di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, | KOMPAS.com/Ni Luh Made Pertiwi F.

SAMOSIR, KOMPAS.com - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pergelaran Festival Danau Toba 2013 akan mengangkat kembali pariwisata di Danau Toba. Salah satu keunggulan festival yakni dengan mengangkat potensi budaya.

"Festival ini untuk mengangkat kembali dunia wisata Toba. Dengan budaya dan seni karena budaya menjadi puncak-puncaknya peradaban bangsa. Tortor menjadi kekuatan budaya Sumatera Utara," kata Hatta saat jumpa pers pembukaan Festival Danau Toba di Open Stage Samosir, Minggu (8/9/2013).

Selain itu, menurut Hatta, festival pun harus memunculkan keunikan misalnya dengan mengangkat olahraga air, dan juga keramahan masyarakat lokal. "Dengan festival, ini juga akan mendorong makin cepat kita membangun struktur dan lingkungan di sekitar Danau Toba," tambah Hatta.


KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Para pelancong asing diajak menari tortor di pelataran Museum Hutabolon Simannindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu (1/9/2013). Ini merupakan salah satu cara untuk mengenalkan budaya dan tradisi khas Batak Toba kepada dunia luar.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengatakan dirinya yakin melalui festival ini akan menjadikan Danau Toba dan Pulau Samosir menjadi salah satu pusat wisata di dunia.

"Samosir ini pulau yang sangat unik dan terbesar di dunia yang ada di tengah danau.
Belum ada pulau sebesar ini di tengah danau di tempat-tempat lain. Saya yakin Toba akan menjadi pusat pariwisata dunia yang akan datang tentunya," kata Sapta.

Festival Danau Toba sebelumnya bernama Pesta Danau Toba merupakan perayaan tahunan yang diselenggarakan di Danau Toba, Sumatera Utara. Pada tahun ini, perayaan dilaksanakan pada 8 - 14 September 2013.

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Anggota tim Ekspedisi Cincin Api Kompas mendokumentasikan kawasan rumah adat Batak di Huta Bolon, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Sabtu (23/7/2011).
Adapun perayaan berpusat di Pulau Samosir, mengangkat budaya lokal berupa rangkaian kegiatan seperti acara sulang-sulang hariapan, karnaval boneka sigale-gale, festival drum melodi, dan eksebisi berenang mengelilingi Pulau Samosir.

Selanjutnya, juga diselenggarakan lomba perahu dayung tradisional Solu Bolon, paralayang air dan dan darat, permainan tradisional, lomba menyanyi, pameran wisata dan ekonomi kreatif dari 11 kabupaten, serta ditutup acara puncak konser musik "Glittering Lake Toba".
Editor : I Made Asdhiana

Minggu, 01 September 2013

Danau Toba Terkikis, Peraih Kalpataru Kembalikan Piala ke SBY

Oleh Edward Panggabean
Posted: 02/09/2013 04:00
Danau Toba Terkikis, Peraih Kalpataru Kembalikan Piala ke SBY
Liputan6.com, Jakarta : Tiga pegiat lingkungan Danau Toba asal Sumatera Utara yang meraih Kalpataru dan Wana Lestari Berencana akan mengembalikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Ketiga pegiat itu yaitu Marandus Sirait, Wilmar Eliaser Simanjorang dan Hasoloan Manik.

Ketiganya akan mengembalikan penghargaan itu karena pemerintah di berbagai tingkatan tidak memberikan dukungan lebih lanjut untuk pelestarian alam, salah satunya hutan yang berada di wilayah Samosir dan Toba Samosir yang telah berkurang, menyusul beroprasinya kembali perusahaan bubur kertas yang membutuhkan kayu dari alam di wilayah Danau Toba tersebut.
"Penghargaan-penghargaan yang kami terima tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi akibat kebijak keliru pemerintah. Atas dasar itulah kami akan kembalikan pada hari Selasa 3 September 2013 ke Istana," kata Hasoloan Manik di Kantor Walhi, Jakarta, Minggu (1/9/2013).
Sementara mantan Bupati Samosir Wilmar Simanjorang mengaku, sejak 7 tahun silam berbagai perusahaan mengajukan permohonan Izin Pemanpaatan Kayu (IPK) kepadanya, namun ditolak, lantaran dirinya mengerti manfaat kelestarian lingkungan.
"Saya tahu bahwa hutan semakin menipis. Kondisi ekosistem Danau Toba mengalami kerusakan dalam taraf cukup serius. Itu terlihat dari luas tutupan hutan yang terus berkurang dan kualitas air danau yang telah tercemar," ujar Wilmar.
Dia mengaku permaslahan itu pun sudah disampaikannya kepada pejabat setempat dari Bupati hingga Presiden, bahkan para lembaga penegak hukum Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
"Kami sudah adukan maslah ini ke Bupati, Presiden SBY, Kementerian LH, Kemenhut, Gubernur Sumut, Kejagung, Mabes Polri, Kapolres Samosir. Menteri LH bilang hentikan itu (penebangan hutan) tapi cuma omong doang," ujar peraih Kalpataru dan Wanalestari itu.
Dia menjelaskan seharusnya dengan Danau Toba telah ditetapkan sebagai kawasan tujuan wisata dan kawasan strategi nasional harus dijaga fungsu kelestariannya. "Kegiatan yang bersifat merusak seperti penebangan hutan harus dihentikan, termasuk pemberian ijin kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan pengerusakan lingkungan," terang dia.
Sementara Marandus Sirait mengungkapkan hutan Telle yang berada di pinggiran Danau Toba, sudah tersisa 800 hektar, padahal hutan itu sangat berharga bagi masyarakat setempat. "Jangan dibandingkan hutan di wilayah Toba dengan Kalimantan. Kami sangat menyesalkan pemberian IPK kepada perusahaan oleh Dinas Kehutanan dan Bupati setempat. Kami harapkan Bupati segera mencabut ijin tersebut," ungkap Marandus.
Menanggapi aduan itu, perwakilan Walhi, Mukri Friatna mengatakan pihaknya mendukung langkah masyarakat dalam menyelamatkan ekosistem Danau Toba dan penyelamatan lingkungan lainnya diberbagai tempat di Indonesia. "Segala bentuk kegiatan yang bersifat merusak harus dihentikan," tegas Mukri. (Eks)